16 Apr 2012

Kue Musim Dingin




“Huh, aku memang tak pernah suka musim dingin,” Grace merapatkan selimutnya sambil bersungut-sungut. Wajahnya tampak memerah karena pantulan cahaya api yang menyala di perapian. Tubuhnya yang terbungkus selimut tebal terus meringkuk seperti ulat dalam kepompong.
Grace benci dengan bentangan salju di halaman yang membuatnya serasa berada di dalam freezer. Ia tak lagi bisa bermain dengan bebas. Ia merasa terkekang  berada di dalam rumah terus menerus. Apalagi musim dingin kali ini yang disertai badai salju berkali-kali.
“Aku malah suka dengan situasi seperti ini,” sanggah Merry. Grace melotot ke arah nya.
“Ya, karena di saat musim dingin seperti ini, nenek akan membuat kue special beraroma kayu manis. Kue yang membuatku selalu rindu musim dingin,” Merry meyakinkan pendapatnya. Grace malah menutupi wajahnya dengan selimut, seolah tak memedulikan ucapan Merry.
Merry sengaja mengajak Grace, sahabat baiknya itu untuk berlibur di rumah Nenek Charlotte.  Agar Grace bisa menikmati kue lezat buatan Nenek sambil berbagi cerita. Merry juga berharap, Grace bisa menikmati suasana musim dingin ini tanpa keluhan. Karena seingat Merry, Grace bukan hanya mengeluh saat musim dingin. Pernah juga Merry mendengar keluhan Grace tentang musim panas.
Grace masih meringkuk dibalik selimutnya, ketika Merry mulai mencium aroma kayu manis dari arah dapur. Merry tak sabar ingin segera menikmati kue istimewa itu.
“Halloo... peri musim dingin, kuenya telah siap!” dengan wajah ceria, Nenek Charlotte menghampiri Merry dan Grace. Tangannya membawa nampan berisi pie apel istimewa.
Gotchaa!... Merry langsung mendapat ide, begitu Nenek menyebut peri musim dingin. Merry jadi teringat cerita peri musim dingin yang sering Ma ceritakan. Ah ya, kini Merry akan menceritakannya pada Grace.
“Ayo bangun Grace!  kita ke sini kan untuk menikmati kue buatan Nenek,” Merry menyingkap selimut yang menutup wajah Grace. Grace bangkit dengan malas. Rambut ikalnya yang acak-acakan menutupi matanya yang masih merem.
“Pwuuuuh,” Grace merentangkan tangannya sambil membuang napas.
“Emm….. wanginya benar-benar menggoda,” gumam Grace dengan suara parau. Ia memicingkan matanya sambil menggeliat. Nenek Charlotte tersenyum melihat tingkah Grace.
Mata Grace berbinar saat melihat pie di tangan Nenek. Lalu mengambil sepotong saat Nenek mengulurukan pie itu ke hadapannya. Mencium aromanya dan mulai menggigitnya.
“Huum, enak sekali,” puji Grace sambil mengunyah potongan pienya. Lagi-lagi Nenek hanya tersenyum.
“Silahkan kalian menikmati kuenya. Nenek ada kerjaan lagi di belakang,” pamit Nenek, tetap memamerkan senyum cerianya.
Merry senang dengan sikap Grace yang tampak menikmati suasana di rumah Nenek. Berarti ini kesempatan untuk membuat Grace tidak lagi mengeluhkan musim dingin, pikir Merry.
“Kamu suka kuenya Grace?” pancing Merry.
“Ooh, suka sekali. Aromanya membuatku ingin mengunyah lagi dan lagi,” ucap Grace.
“Kue inilah yang membuatku merindukan musim dingin, Grace,” jelas Merry sambil menggigit potongan pie.
“Benarkah?” Grace Nampak takjub. Ia melebarkan matanya yang indah. Grace tak pernah mencicipi kue seenak ini di musim dingin. Karena semenjak kecil Grace hanya tinggal bersama Pa yang tak pandai memasak. Ma telah lama meninggal.
“Tenanglah Grace, aku pasti akan selalu mengajakmu ke sini setiap musim dingin,” Merry berjanji.
“Kita jadi seperti peri musim dingin,” gumam Merry.
“Seperti apa peri musim dingin itu?” Grace Nampak penasaran.
“Ia anak dari Peri Tumbuhan yang diculik oleh Penguasa bawah Tanah. Ia disembunyikan  di dalam gua kegelapan,”
“trus, kenapa disebut peri musim dingin?” Grace tak sabar. Ia tak jadi menggigit pie di tangannya.
“Ya, karena sejak penculikan itu. Peri tumbuhan  jadi sedih dan marah. Ia membuat semua tumbuhan jadi mati dan diselimuti salju,” terang Merry.
“Meski akhirnya sang putri ditemukan berkat bantuan Peri Pembawa obor.  Tapi putrinya tak lagi ceria dan pada saat tertentu selalu ingin kembali ke gua kegelapan. Karena saat di gua ia mencicipi beberapa biji buah delima. Konon, siapapun yang makan buah delima itu pasti ketagihan dan ingin kembali ke gua.”
“Jadi peri itu tinggal di gua?”
“Tidak juga, pada saat musim panas ia tinggal dengan ibunya. Dan pada saat musim dingin ia kembali ke gua. Makanya, ia disebut  Peri Musim Dingin,” Merry mengakhiri ceritanya.
  “Ooh, jadi begitu maksudmu dengan menyebut kita seperti Peri Musim Dingin?” Grace baru sadar. Merry mengangguk sambil  mengulum senyum.
“Jika Peri Musim Dingin merindukan buah pomegranate atau delima di gua yang gelap dan dingin, maka kita merindukan pie apel buatan Nenek di musim dingin. Betul kan?” Seru Merry mengacungkan tangannya untuk melakukan toss. Grace menyambutnya. Dan  kedua sahabat itupun tertawa bersama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar