25 Sep 2013

Review "Sekotak Cinta untuk Sakina" oleh Mbak Nur Baidha

Sekotak Cinta Untuk Sakina, Sekotak Pengalaman Berharga

Standar
Image


Penulis : Irma Irawati
Penerbit : Qibla (PT. Bhuana Ilmu Populer)
Tahun Terbit : Cetakan 1, 2013
Tebal : 123 Halaman, Soft Cover
Genre : novel anak sholeh (middle grade)

Sungguh sangat sulit bagi anak yang terbiasa hidup enak, dituntut harus beradaptasi di pondok pesantren yang serba sederhana. Lokasi yang masih pedesaan, fasilitas minim dan memelihara hewan kesayangan.

Inilah yang terjadi pada Sakina.

Ia tahu, bahwa tak ada alasan yang lebih baik selain mengikuti keinginan orangtuanya untuk bersekolah di pondok pesantren putri Halimah Sa’diyah Bandung. Berbagai pengalaman yang Sakina alami, mulai dari keinginan untuk segera pulang ke Bandung, pengalamannya memelihara Blorok, si ayam jantan kesayangannya, warna warni persahabatan di kamar Malahayati hingga pengalaman mengharukan bersama Lana, anak yatim piatu yang datang dari Flores.

Saat awal membaca buku ini, aku kurang terkesan. Bagiku, Bab I terasa kaku dan kurang nendang. Mungkin karena efek psikologis, aku membacanya sambil mengisi kebosanan di kantor. Rasanya, kalimat-kalimat opening sedikit membuat keningku berkenyit. Kayaknya nih, penulis berpikir keras dalam memilih kata yang tepat.

Namun memasuki Bab II dan seterusnya, huih… jauh banget!. Cerita disampaikan mengalir, penempatan hadist, kata bijak yang sangat tepat tanpa kesan mengurui. Apalagi saat bercerita tentang Lana, aku sampai larut dalam rasa empati yang terlampau besar. Hua… sepertinya penulis demam panggung, opening sedikit berkeringat dan kaku, tapi semakin lama, semua tersampaikan dengan smooth, jelas dan menarik.

Ide cerita terbilang biasa. Mengangkat fenomena di kalangan muslim yang kesulitan menempatkan anak pada pilihan orangtuanya. Tentu saja pilihan untuk bersekolah di pondok pesantren. Sebut saja buku Negeri 5 Menara yang sukses mengisahkan tentang seorang Alif yang harus merantau mengikuti keinginan orangtuanya untuk mondok di pondok pesantren Madani. Begitu pula dengan Sakina dalam buku ini, walau ide cerita biasa-biasa saja, penulis berhasil menggambarkan secara apik tentang bagaimana kehidupan Sakina selama di pondok, penuh dengan kasih sayang, kegiatan yang menggugah hati dan kesederhanaan.

Aku suka model pondok pesantren putri yang ada dalam cerita ini. Selama ini, aku sedikit memandang sebelah mata terhadap sebuah pondok pesantren. Bagiku (khususnya di daerah tempat tinggalku), pondok pesantren terkesan komersil, mengeruk banyak dana orangtua tanpa ada pembelajaran kemandirian pada santrinya. Banyak sepupuku yang lulusan pondok pesantren di daerahku, pulang membawa segudang kemalasan, boros dan tak tahu masalah pekerjaan rumah. Mereka hanya tahu berbahasa Arab dan telepon kiri kanan. Hafal qur’an pun mentok pada juz 30 dan 29. Tapi pondok pesantren Sakina, membesarkan hatiku. Betapa program menghafal qur’an itu sangat penting, membawa kami pada mahkota surga. Dan betapa program memelihara hewan, bermain permainan tradisional dan berbaur dengan masyarakat pedesaan adalah proses pembelajaran bagi santri menuju gerbang kemandirian. Hua.. salut, penulis benar-benar T.O.P!.

Kelebihan lain dari buku ini, font yang lumayan besar memudahkan anak-anakku untuk membaca. Mereka tidak kelelahan dan mengikuti lembar per lembar kisah-kisah Sakina. Kadangkala mereka tertohok karena anak-anakku tak jauh berbeda dengan Sakina, masih suka bermain game di handphone. Dan kadangkala mereka bertanya,

“Umi, kalau sekolah di pondok pesantren itu umi tak ikut ya?, kenapa begitu?.”

“Seperti apa kamar yang ada di pondok pesantren?”

dan beberapa pertanyaan lainnya yang terlontar secara kritis dari bibir mungil anakku. Dan suka.. sangat suka efek yang terjadi pada anak-anakku saat membaca buku Sekotak Cinta Untuk Sakina.

Buat mbak Irma, aku suka caramu. Tak ada humor dan tak ada ide yang fantastis. Tak ada hantu yang mendebarkan atau kurcaci yang lucu. Sebaliknya, semua hanya berawal dari hal biasa yang mampu kau sampaikan secara luar biasa. Good job mbak Irma!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar