25 Sep 2013

Review "Sekotak Cinta untuk Sakina " oleh Mbak Siti Sofiah

(Pesantren Impian) Sekotak Cinta Untuk Sakina

" Kan aku sudah bilang, aku ingin hafal Al-Qur'an agar aku bisa memasangkan mahkota bertabur cahaya pada ayah ibuku di surga nanti," tutur Lana lugu. (Sekotak Cinta Untuk Sakina, hal 96-97)


Semakin meleleh air mata keluar di hari kedua saya membaca buku ini, yach saya butuh waktu lebih dari sehari untuk membaca novel anak  Sekotak Cinta Untuk Sakina karena tahu isi nya  bagus ketika saya baru membaca lembar halaman pertama nya dan saya tidak ingin cepat menyelesaikan membaca novel ini.

Deg...ada yang membuat saya tidak nyaman ketika membaca tulisan motivator terkenal di sini, dalam tulisan nya di simpulkan telah terjadi dua pola pengasuhan yang dilakukan kelas menengah yang ada di negeri ini.
Dalam tulisan itu disebutkan satu pola pengasuhan cenderung  mengekang habis anak-anak dengan dogma, agama dan sekolah sehingga melahirkan anak-anak alim yang amat konservatif. Kemudian pola pengasuhan itu  pun sama masalahnya dengan orang tua yang lari dari dunia nyata dan berlindung dalam benteng-benteng dogma dengan menyembunyikan anak dari dunia riil ke tangan kaum konservatif yang menjadikan anak hidup dalam dunia yang gelap dan steril.

Jujur....saya kurang setuju dengan apreasiasi sang motivator yang menyebut (semoga saya keliru) pesantren dengan dunia yang gelap dan steril serta para pengasuh nya, ustadz/ustadzah/kyai/nyai/ ummi di pesantren dengan sebutan kaum konservatif.

Sedih hati ini (jika dugaan saya betul), Apabila para ulama  yang di sebut juga  generasi pewaris Nabi yang lazim menyampaikan ilmuNya dalam lingkungan pesantren di sebut demikian. Andai, tidak ada ulama 'alim (ber-ilmu) dan hanif (lurus/terpercaya) yang mengingatkan manusia untuk menaati dan menerapkan aturanNya serta menjauhi laranganNya. Pasti nya umat muslim saat ini tidak ada beda nya dengan orang-orang barat yang liberal yang memisahkan dunia dengan agama, kita (muslim) akan berlaku sesuka hati seolah-olah hidup di dunia ini selama nya. Dan cukup (hanya) teguranNya dari kejadian alamNya bisa membuat nikmat umurNya bisa saja di ambil olehNya. Pertanyaan nya, sudah siap kah kita jika esok hari kita di ambil nikmat umurNya itu? Bekal apa yang akan kita bawa untuk menghadapNya di yaumul hisab nanti?
(merinding dan takut diri ini jika mengingat ajal, hiks...sambil mengaca hamba masih banyak khilaf, masih tak layak hamba masuk jannahNya dan tak sanggup juga jika nanti kelak masuk ke panas jahanamNya. Astaghfirullah)

Melihat fakta dunia pendidikan di negeri ini, yang kurikulum nya selalu berubah dan  berganti tergantung motif serta kepentingan tertentu. Saya sebagai orang tua (baru) empat amanahNya sepertinya cenderung memberikan pendidikan agama sebagai bekal anak-anak menjalani hidupNya yang  fana (sementara), keadaan negeri ini yang semakin terpuruk, jurang perbedaan dan  kesenjangan hidup antara si kaya dan si miskin adalah  ujian bagi masing-masing hambaNya untuk selalu taat dan menerapkan syariatNya serta menjauhi laranganNya.
Semoga view seperti ini kelak juga di miliki anak-anak saya untuk menjadi prinsip hidup bahwa hidup di dunia harus memakai aturan hidupNya bukan aturan buatan manusia, aamiin.

Dalam sekejap , hidup Sakina akan berubah. Hanya dalam hitungan hari, dia harus berani untuk pindah sekolah. Tidak hanya pindah sekolah, tapi juga berani untuk tinggal di tempat baru dan berpisah dengan mama dan papa. ( Sekotak Cinta Untuk Sakina, hal 2)

Awal tulisan di novel ini di mulai dengan konflik hati yang dirangkai dengan kalimat yang menyentuh terlihat dari dialog antara mama dan Sakina. Bu irma Irawati, penulis novel ini mampu membuat saya mbrebes hampir mili di halaman awal bab pertama .

Selanjut nya, pembaca akan di ajak memasuki dunia pesantren yang humanis dan menyenangkan walaupun tempat nya jauh dari keramaian dan di kaki gunung. Di kisahkan di novel ini, layak nya anak yang baru masuk pesantren dan tidak betah (homesick) Sakina berusaha untuk tidak sungguh-sungguh belajar di pondok pesantren agar semester depan mama dan papa menjemput Sakina kembali ke rumah.

Bu Irma Irawati berhasil membuat dialog yang seru dan hidup untuk menggambarkan kehidupan di pondok pesantren putri. Dengan bahasa khas anak-anak, Bu irma mampu membawa pembaca tidak bosan untuk terus membaca novel ini sampai selesai.
Dialog antara Sakina dan teman-teman sekamarnya, kak Nadia, Amara, Vinka, Hauna, Fira dan si kembar Naila dan Kaila. Kemudian dialog antara para santri dengan ummi (ibu guru pembimbing), Bibi asrama dan mamang penjaga pesantren di tulis sangat apik dengan bahasa yang ringan namun penuh hikmah.

lagi-lagi, ucapan kak Nadia menyentuh kalbunya semakin dalam. Betapa benar ucapan itu. " Aku ingat kata Umi Haya tempo hari, para ulama besar itu tidak mendapatkan kesuksesan nya dari balik hangatnya pelukan ibu. Tapi, hasil pengorbanan mereka yang harus melepas pelukan sang ibu untuk menggali ilmu". (Sekotak Cinta  Untuk Sakina, hal 104)

Dialog di atas itulah yang membuat saya langsung tertarik membeli novel anak yang bagus ini, dan saya ternyata tidak keliru. Novel ini memang bacaan bagus buat anak-anak dan orang tua.

Anak-anak akan di berikan pandangan yang berbeda tentang pondok pesantren. Pondok pesantren yang ideal, nyaman dan menyenangkan baik lingkungan maupun pengasuh nya akan memberikan kenangan yang indah buat anak-anak.

Dan bagi orang tua, novel anak ini akan memberikan kita (para orang tua) wacana baru tentang kehidupan di pondok pesantren yang menyenangkan dan membuat anak-anak betah tinggal di sana. Ya, sebuah potret pesantren yang ideal buat menempa anak-anak kita menjadi generasi Qur'ani yang tidak hanya menghafalkan Al Qur'an saja tetapi juga mengamalkan nya dalam kehidupan sehari-hari.

Saya sendiri sebagai orang tua, mendapat kan banyak sekali ilmu dari novel anak Sekotak Cinta Untuk Sakina ini. Orang tua belum tentu benar mendidik anak yang baik, tetapi orang tua yang benar adalah orang tua yang mau terus belajar untuk mendidik anak yang benar (dengan standar Islam tentu nya). Banyak dialog di dalam novel anak Sekotak Cinta Untuk Sakina yang bisa saya sampaikan ke anak-anak saya. Bagaimana mengenalkan ke mereka tentang hafidz penghafal Qur'an yang mendapat posisi yang istimewa di mata Allah SWT dan Rasulullah SAW. Para penghafal Qur'an menjaga Alquran lewat hafalan akan mendapat posisi yang terhormat dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.


Pada zaman Rasulullah SAW, para penghafal Qur'an mendapat penghargaan khusus dari beliau SAW.  Hal itu  terjadi ketika proses pemakaman para syuhada yang gugur di Perang Uhud. "Adalah nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, "Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Alquran, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat." (HR Bukhari)

Dalam hal memilih pemimpin pun Rasulullah  SAW  lebih mempercayai orang yang memiliki hafalan Alquran paling banyak. Dari Abu Hurairah ia berkata, "Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, "Surah apa yang kau hafal?
"Aku hafal surah ini.. surah ini.. dan surat Al Baqarah."
"Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?" Tanya Nabi lagi.
‘’Benar,’’ jawab Shahabi
Nabi bersabda, "Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi." (HR At-Turmudzi dan An-Nasai)

Para penghafal Qur'an juga di berikan Allah SWT posisi yang amat mulia. "Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, "Siapakah mereka ya Rasulullah?" Rasul menjawab, "Para ahli Alquran. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." (HR Ahmad).
Dan sebalik nya, Nabi Muhammad  SAW mengibaratkan orang yang tak memiliki hafalan Alquran sebagai gubuk kumuh yang nyaris roboh. "Orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh." (HR Tirmidzi).
MasyaAllah, begitu tinggi dan mulia Allah SWT dan Rasulullah SAW memberikan nikmat dunia dan akhirat untuk hambaNya yang mau menghafal Qur'an (Hafidz).

"Kamu ridha tinggal di sini dan siap berjauhan dengan mama?", suara mama parau. Sakina kembali mengangguk sambil tersenyum. (Sekotak Cinta Untuk Sakina, hal 118)

Ending yang menyenangkan buat pembaca novel ini, namun para pembaca di jamin banjir air mata sebelum selesai membaca nya.
Penasaran ya, yuuk segera koleksi novel anak bagus ini di rumah kita.

Judul : Sekotak Cinta untuk Sakina
Penulis : Irma Irawati
Penerbit : PT. Bhuana Ilmu Populer
Tahun Terbit : 2013 (Cetakan Pertama)
Tebal : 126 Halaman
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba resensi oleh penulisnya di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar